Film Sang Pencerah merupakan sebuah film yang dibuka sebagai sebuah drama sejarah. Hanung Bramantyo sebagai penulis cerita tersebut mencoba membingkai situasi zaman melalui rangkaian kata-kata pembuka / teks di layar yang menyebutkan bahwa Syeikh Siti Jenar telah membelokkan Islam di Jawa ke dalam praktik mistik dan klenik.
Kisah ini berawal pada tahun 1868 bertempat di Kauman, Jogjakarta. Lahir dengan nama Muhammad Darwis, si kecil Ahmad Dahlan sudah menunjukkan sisi kepeduliannya dan kegelisahannya terhadap pelaksanaan agama Islam di Kauman yang dimatanya sedikit agak melenceng dari apa yang diajarkan. Anak dari Khatib Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan lahir pada 1 Agustus 1868 ini semakin menunjukkan sikapnya yang kritis terhadap agamanya sendiri ketika beranjak remaja, sampai-sampai Darwis “iseng” mencuri sesajen warga untuk dibagikan kepada fakir miskin. Darwis pun meninggalkan Kauman dan pergi haji ke Mekah sambil menuntut ilmu serta mendalami ajaran Islam. Sekembalinya dari Mekah, Darwis yang kini mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan, melihat Kauman yang ditinggalkan selama 5 tahun ternyata tidak banyak berubah termasuk ajaran Islam yang masih dicampur-adukan dengan kebudayaan mistis. Ditambah para pemuka agama yang masih “kolot” dalam menerima perubahan, menolak semua yang berkaitan dengan Belanda dan melabelinya dengan produk kafir.
Setelah belajar di Mekkah belajar selama 5 tahun, Ahmad Dahlan dengan pemikirannya yang lebih luas, bijaksana, namun kadang terucap dengan sederhana ini berniat untuk meluruskan arti ajaran Islam yang sesungguhnya. Dia pun dipercaya menggantikan ayahnya menjadi Khatib Mesjib Besar Kauman dan mulai membangun surau di dekat rumahnya. Ia mencoba melihat apakah arah sholat yang berada pada masjid besar itu benar atau salah. Ia sudah mengukurnya dengan kompas dan menghitung jarak di peta, apakah arah yang selama ini diyakini sebagai arah kiblat menghadap Mekkah apa tidak. Ia juga bertanya pada Kyai-Kyai dari masjid lain. Malahan ada Masjid yang menghadap ke arah timur laut.
Dengan keyakinan bahwa perkiraan arah kiblat yang sebelumnya mengarah pada Afrika menjadi arah Ka’bah di Mekkah dengan mengubah arah kiblat menghadap barat laut, yaitu 23 derajat dari arah sebelumnya. Langkah kontroversial Dahlan ingin mengubah arah kiblat pun mengundang pertentangan dari penduduk Kauman dan tentu saja penolakan keras dari Kyai-Kyai disana. Ajarannya pun dianggap sesat dan berakhir dengan dirobohkannya surau miliknya. Sempat putus asa dengan reaksi saudaranya sesama muslim (memperlihatkan dia masih manusia biasa), di bantu dengan dukungan keluarga, Dahlan kembali bangkit dan meneruskan ajarannya demi kebaikan umat. Ahmad Dahlan yang sangat mementingkan pendidikan pun segera membangun sekolah, dia pun mengajar di sekolah Belanda dan mulai terlibat organisasi Budi Utomo. Reaksi keras pun kembali bertubi-tubi menghadangnya termasuk “gelar baru” kyai kafir yang diberikan kepada Dahlan.
Karena merasa sakit hati, Ahmad Dahlan dan Istrinya yaitu Siti Walidah memutuskan untuk pergi dari desa Kauman. Tetapi keputusannya itu tidak disetujui olek kakak Ahmad Dahlan. Ia mengatakan bahwa keluarganya maswih butuh pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Kakaknya juga berjanji akan mendirikan surau untuk Ahmad Dahlan sebagai sarana belajar mengaji dan tempat ibadah.
Dengan dana dari kakak dan istrinya, Ahmad Dahlan Akhirnya dapat mendirikan Suraunya dan membuka sekolah yang menyadarkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan tentang tauhid, tetapi juga mampu memperbaiki kesejahteraan melalui pendidikan. KH. Ahmad Dahlan sukses menyampaikan pesan penting dari inti surat Al-Ma’un yang menjadi gerakannya dalam mengelola sebuah masyarakat yang mengalami kemiskinan, kesengsaraan untuk memperoleh kesejahteraan sekaligus kesehatan. Ahmad Dahlan mencoba untuk mengajarkan agama Islam di sekolah pemerintah Belanda. Awalnya pengurus sekolah itu tidak yakin akan berhasil, tetapi Ahmad Dahlan membujuknya agar ia diberi kesempatan sekali untuk mengajarkan agama islam. Dan akhirnya beliau diijinkan untuk mencoba.
Pada saat percobaan itu, ketika Ahmad Dahlan memberi salam, tidak ada satupun murid yang menjawab salam itu. Ketiga kalinya memberi salam, salah satu murid ada yang mengeluarkan kentut. Ahmad Dahlan tidak marah, ia menerangkan tentang kebesaran Allah yang telah memberikan manusia lubang untuk membuang gas-gas yang berada dalam perut. Karena cara mengajar yang asyik, murid-murid tertaruk untuk diajar Ahmad Dahlan, dan Beliau pun resmi mengajar di sekolah itu.
Namun hal itu tidak disetujui oleh keluarga dan murid-muridnya dulu seperti sudja. Ahmad Dahlan dianggap kafir karena telah mengajar di sekolah pemerintah Belanda. Beliau juga dituduh sebagai kyai kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tetapi tuduhan itu tidak membuat pemuda Kauman itu surut untuk menegakkan agam islam yang telah melenceng dari ajaran sebelumnya.
Para murid yang berada di sekolah pemerintah Belanda tertarik belajar pada Ahmad Dahlan karena mereka tahu bahwa Ahmad Dahlan akan mendirikan sekolah disuraunya. Bagi Ahmad Dahlan, Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, memberikan kedamaian bagi siapa saja termasuk non muslim. Selama masih dalam koridor membangun kesejahteraan masyarakat. Baginya, hal pertama yang seharusnya dikedepankan umat Islam adalah akhlaq yang baik, terbuka dan toleran seperti Rasulullah SAW. Secara perlahan, kiprah Dahlan muda yang dianggap kontroversi mampu mengubah tidak hanya pandangan umat Islam kebanyakan, tetapi kaum barat terhadap Agama Islam.
Didampingi isteri tercinta, Siti Walidah, dan 5 murid-murid setianya yakni Sudja, Fahrudin, Hisyam, Syarkawi, dan Abdulgani, Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada hampir akhir cerita, satu hal yang menarik yang dapat kita saksikan dalam film tersebut yakni kegigihan yang dilahirkan oleh sosok Ahmad Dahlan semakin membesarkan niat beliau untuk berdakwah dan terus berdakwah. Dan, beliau berpikir dan berencana serta berunding dengan murid-murid pengikutnya bahwa ia ingin mendirikan sebuah perkumpulan sendiri seperti halnya perkumpulan Boedi Oetomo. Ia pun meluruskan niat dan rencananya itu dengan tidak gentar sekalipun masih dicap kafir. Dan, akhirnya setelah dirundingkan oleh pengurus Boedi Oetomo dan mendapat izin dari presiden, maka ia pun member nama perkumpulannya dengan nama Muhammadiyah, yang artinya pengikut Muhammad, Rasulullah SAW. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta’faul mampu meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW dalam rangka mengakkan dan menjunjung tinggi agama Islam. Di sisi itu pun sempat beliau mengutarakan,”hiduplah, dengan menghidupi Muhammadiyah bukan hidup dalam Muhammadiyah”. Sesungguhnya, Muhammadiyah itu hanyalah sebatas organisasi yang mungkin bisa dikatakan juga sebagai organisasi dakwah dan bukan merupakan sebuah agama. Namun, setelah menjelaskan itu, kyai Penghulu pun tetap tidak setuju dan mengira kalau Ahmad Dahlan diangkat menjadi residen yang artinya bawahan orang-orang Belanda.
Di penghujung kisahnya, terlihat jelas betapa susahnya perjuangan yang dilalui oleh Ahmad Dahlan hingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan dan memperbaiki kesalahpahaman antara dia dengan kyai-kyai masjid Besar Keraton. Tidak hanya itu, mereka pun akhirnya mendukung semua yang telah dijalankan oleh Ahmad Dahlan yang kemudian meresmikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Muhammadiyah adalah sebuah gerakan modernisasi / pembaharuan Islam di tanah air Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.
Kisah ini berawal pada tahun 1868 bertempat di Kauman, Jogjakarta. Lahir dengan nama Muhammad Darwis, si kecil Ahmad Dahlan sudah menunjukkan sisi kepeduliannya dan kegelisahannya terhadap pelaksanaan agama Islam di Kauman yang dimatanya sedikit agak melenceng dari apa yang diajarkan. Anak dari Khatib Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan lahir pada 1 Agustus 1868 ini semakin menunjukkan sikapnya yang kritis terhadap agamanya sendiri ketika beranjak remaja, sampai-sampai Darwis “iseng” mencuri sesajen warga untuk dibagikan kepada fakir miskin. Darwis pun meninggalkan Kauman dan pergi haji ke Mekah sambil menuntut ilmu serta mendalami ajaran Islam. Sekembalinya dari Mekah, Darwis yang kini mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan, melihat Kauman yang ditinggalkan selama 5 tahun ternyata tidak banyak berubah termasuk ajaran Islam yang masih dicampur-adukan dengan kebudayaan mistis. Ditambah para pemuka agama yang masih “kolot” dalam menerima perubahan, menolak semua yang berkaitan dengan Belanda dan melabelinya dengan produk kafir.
Setelah belajar di Mekkah belajar selama 5 tahun, Ahmad Dahlan dengan pemikirannya yang lebih luas, bijaksana, namun kadang terucap dengan sederhana ini berniat untuk meluruskan arti ajaran Islam yang sesungguhnya. Dia pun dipercaya menggantikan ayahnya menjadi Khatib Mesjib Besar Kauman dan mulai membangun surau di dekat rumahnya. Ia mencoba melihat apakah arah sholat yang berada pada masjid besar itu benar atau salah. Ia sudah mengukurnya dengan kompas dan menghitung jarak di peta, apakah arah yang selama ini diyakini sebagai arah kiblat menghadap Mekkah apa tidak. Ia juga bertanya pada Kyai-Kyai dari masjid lain. Malahan ada Masjid yang menghadap ke arah timur laut.
Dengan keyakinan bahwa perkiraan arah kiblat yang sebelumnya mengarah pada Afrika menjadi arah Ka’bah di Mekkah dengan mengubah arah kiblat menghadap barat laut, yaitu 23 derajat dari arah sebelumnya. Langkah kontroversial Dahlan ingin mengubah arah kiblat pun mengundang pertentangan dari penduduk Kauman dan tentu saja penolakan keras dari Kyai-Kyai disana. Ajarannya pun dianggap sesat dan berakhir dengan dirobohkannya surau miliknya. Sempat putus asa dengan reaksi saudaranya sesama muslim (memperlihatkan dia masih manusia biasa), di bantu dengan dukungan keluarga, Dahlan kembali bangkit dan meneruskan ajarannya demi kebaikan umat. Ahmad Dahlan yang sangat mementingkan pendidikan pun segera membangun sekolah, dia pun mengajar di sekolah Belanda dan mulai terlibat organisasi Budi Utomo. Reaksi keras pun kembali bertubi-tubi menghadangnya termasuk “gelar baru” kyai kafir yang diberikan kepada Dahlan.
Karena merasa sakit hati, Ahmad Dahlan dan Istrinya yaitu Siti Walidah memutuskan untuk pergi dari desa Kauman. Tetapi keputusannya itu tidak disetujui olek kakak Ahmad Dahlan. Ia mengatakan bahwa keluarganya maswih butuh pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Kakaknya juga berjanji akan mendirikan surau untuk Ahmad Dahlan sebagai sarana belajar mengaji dan tempat ibadah.
Dengan dana dari kakak dan istrinya, Ahmad Dahlan Akhirnya dapat mendirikan Suraunya dan membuka sekolah yang menyadarkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan tentang tauhid, tetapi juga mampu memperbaiki kesejahteraan melalui pendidikan. KH. Ahmad Dahlan sukses menyampaikan pesan penting dari inti surat Al-Ma’un yang menjadi gerakannya dalam mengelola sebuah masyarakat yang mengalami kemiskinan, kesengsaraan untuk memperoleh kesejahteraan sekaligus kesehatan. Ahmad Dahlan mencoba untuk mengajarkan agama Islam di sekolah pemerintah Belanda. Awalnya pengurus sekolah itu tidak yakin akan berhasil, tetapi Ahmad Dahlan membujuknya agar ia diberi kesempatan sekali untuk mengajarkan agama islam. Dan akhirnya beliau diijinkan untuk mencoba.
Pada saat percobaan itu, ketika Ahmad Dahlan memberi salam, tidak ada satupun murid yang menjawab salam itu. Ketiga kalinya memberi salam, salah satu murid ada yang mengeluarkan kentut. Ahmad Dahlan tidak marah, ia menerangkan tentang kebesaran Allah yang telah memberikan manusia lubang untuk membuang gas-gas yang berada dalam perut. Karena cara mengajar yang asyik, murid-murid tertaruk untuk diajar Ahmad Dahlan, dan Beliau pun resmi mengajar di sekolah itu.
Namun hal itu tidak disetujui oleh keluarga dan murid-muridnya dulu seperti sudja. Ahmad Dahlan dianggap kafir karena telah mengajar di sekolah pemerintah Belanda. Beliau juga dituduh sebagai kyai kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tetapi tuduhan itu tidak membuat pemuda Kauman itu surut untuk menegakkan agam islam yang telah melenceng dari ajaran sebelumnya.
Para murid yang berada di sekolah pemerintah Belanda tertarik belajar pada Ahmad Dahlan karena mereka tahu bahwa Ahmad Dahlan akan mendirikan sekolah disuraunya. Bagi Ahmad Dahlan, Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, memberikan kedamaian bagi siapa saja termasuk non muslim. Selama masih dalam koridor membangun kesejahteraan masyarakat. Baginya, hal pertama yang seharusnya dikedepankan umat Islam adalah akhlaq yang baik, terbuka dan toleran seperti Rasulullah SAW. Secara perlahan, kiprah Dahlan muda yang dianggap kontroversi mampu mengubah tidak hanya pandangan umat Islam kebanyakan, tetapi kaum barat terhadap Agama Islam.
Didampingi isteri tercinta, Siti Walidah, dan 5 murid-murid setianya yakni Sudja, Fahrudin, Hisyam, Syarkawi, dan Abdulgani, Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada hampir akhir cerita, satu hal yang menarik yang dapat kita saksikan dalam film tersebut yakni kegigihan yang dilahirkan oleh sosok Ahmad Dahlan semakin membesarkan niat beliau untuk berdakwah dan terus berdakwah. Dan, beliau berpikir dan berencana serta berunding dengan murid-murid pengikutnya bahwa ia ingin mendirikan sebuah perkumpulan sendiri seperti halnya perkumpulan Boedi Oetomo. Ia pun meluruskan niat dan rencananya itu dengan tidak gentar sekalipun masih dicap kafir. Dan, akhirnya setelah dirundingkan oleh pengurus Boedi Oetomo dan mendapat izin dari presiden, maka ia pun member nama perkumpulannya dengan nama Muhammadiyah, yang artinya pengikut Muhammad, Rasulullah SAW. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta’faul mampu meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW dalam rangka mengakkan dan menjunjung tinggi agama Islam. Di sisi itu pun sempat beliau mengutarakan,”hiduplah, dengan menghidupi Muhammadiyah bukan hidup dalam Muhammadiyah”. Sesungguhnya, Muhammadiyah itu hanyalah sebatas organisasi yang mungkin bisa dikatakan juga sebagai organisasi dakwah dan bukan merupakan sebuah agama. Namun, setelah menjelaskan itu, kyai Penghulu pun tetap tidak setuju dan mengira kalau Ahmad Dahlan diangkat menjadi residen yang artinya bawahan orang-orang Belanda.
Di penghujung kisahnya, terlihat jelas betapa susahnya perjuangan yang dilalui oleh Ahmad Dahlan hingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan dan memperbaiki kesalahpahaman antara dia dengan kyai-kyai masjid Besar Keraton. Tidak hanya itu, mereka pun akhirnya mendukung semua yang telah dijalankan oleh Ahmad Dahlan yang kemudian meresmikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Muhammadiyah adalah sebuah gerakan modernisasi / pembaharuan Islam di tanah air Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar