Al-Qur'an dan As-sunnah

AL-QUR'AN

Al qur’an menurut bahasa berarti bacaan. Sedangkan menurut terminologis Al-qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril yang di nukil secara mutawatir yang membacannya bernilai ibadah.

Ajaran Pokok dalam Al-Qur’an

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ajaran pokok dalam Al-qur’an ada tiga yaitu

a. Ajaran yang berkenaan dengan Akidah, yaitu menyangkut hal-hal yang wajib, dan diyakini kebenarannya oleh orang mukallaf.
b. Ajaran yang berkaitan dengan Akhlak, yaitu menyangkut sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki oleh orang mukallaf seperti jujur, tawadhu’, dan sabar.
c. Ajaran yang berkaitan dengan hukum amaliah, yaitu ketentuan yang mengatur perbuatan orang mukallaf. Ajaran inilah yang melahirkan ilmu fiqih. Hukum amaliah secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ajaran yang berkenaan dengan ibadah dan ajaran yang berkenaan dengan muamalah.


Hukum-hukum muamalah dan jumlah ayatnya lebih lanjut dirinci oleh Abdul Wahhab yaitu,

a. Hukum Keluarga, terdapat 70 ayat yang mengatur masalah tersebut mulai dari pernikahan sampai talak.

b. Hukum muamalat maliyah (perdata), terdapat 70 ayat yang mengatur hubungan perorang, masyarakat, hal-hal yang berhubungan dengan harta kekayaan.

c. Hukum jinayat, terdapat 30 ayat yang mengatur tentang tindakan kejahatan.

d. Hukum al murafa’at (acara), terdapat 13 ayat yang mengatur tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan peradilan, kesaksian, dan sumpah.

e. Hukum ketatanegaraan, terdapat 10 ayat yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pemerintahan.

f. Hukum antar bangsa (internasional), terdapat 25 ayat yang tentang hukum-hukum yang mengatur hubungan antara negara islam dengan non islam, dan tata cara pergaulan dengan non muslin yang berada di negara islam.

g. Hukum ekonomi dan keuangan, terdapat 10 ayat yang mengatur tentang hak-hak fakir miskin dari harta orang-orang kaya.

Kehujjahan Al – Qur’an
Al- quran adalah hujjah bagi setiap umat islam, karena al-quran adalah wahyu dari Allah SWT yang bersifat mutawatir. Satupun manusia tidak ada yang dapat membuat semisal Al-qur’an.

Kemukjizatan Al-Qur’an
Mu’jizat secara etimologis, adalah sesuatu yang dapat melemahkan, sehingga orang lain tidak dapat berbuat yang sama atau melebihi. Mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar adalah Al-Qur’an. Mu’jizatnya berbeda dari mu’jizat rasul-rasul sebelumnya yang rata-rata bersifat fisik dan dapat dilihat dengan mata, sedangkan mu’jizat Nabi Muhammad SAW bersifat maknawi yang tidak bisa disaksiak oleh mata, oleh karena itu kemu’jizatan al-qur’an akan tetap berlaku sepanjang masa.

Bentuk kemu’jizatan Al-quran dapat dilihat dari beberapa segi :
a. Keindahan Bahasa
b. Pemberitaan tentang kejadian masa lampau yang terbukti kebenarannya pada kitab sebelumnya
c. Pemberitaan tentang hal-hal yang akan terjadi
d. Kandungan tentang kejadian alam
e. Kandungan yang mengatur tentang pedoman hidup.

Validitas Al-Qur’an

Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawattir yang disampaikan kepada Rosulullah SAW, dengan kata lain adalah qath’iyyul-wurud.

Dilihat dari dalalah/penunjukan lafal terdapat 2 makna yaitu :
a. Qath’iyyud-dalalah : yaitu lafal dalam al-qur’an yang memiliki satu makna, contoh : QS an nur:32, kata miatun maknanya sangat jelas tidak boleh kurang atau lebih.

b. Zhanniyud-dalalah : yaitu lafal dalam al-qur’an yang bisa dimaknai lebih dari satu, contoh : QS. Al-baqoroh :224, kata quruu’ dalam ayat ini dimaksutkan tidak jelas, sehingga diartikan dengan dua ari yaitu haid dan suci.


AS-SUNNAH

Sunnah menurut bahasa adalah perilaku seseorang, baik perilaku yang baik maupun buruk, sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:

“Barangsiapa membuat inisiatif yang baik, ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa sedikitpun berkurang; dan barangsiapa membuat inisiatif yang jelek, ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa berkurang sedikitpun.” (HR. Muslim)

Sunnah menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Sinonim dari kata sunnah yaitu hadis dan khabar jika dinisbatkan pada Rasulullah SAW.

Macam-macam Sunnah
Macam-macam sunnah terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Sunnah qauliyah (perkataan Rasulullah),
seperti hadis yang menerangkan tentang bacaan dalam sholat selain al Fatihah dan surat pendek.
b. Sunnah fi’liyah (perbuatan Rasulullah),
seperti cara pelaksanaan shalat, haji, dll, yang dikerjakan oleh Rasulullah yang dilihat oleh para sahabat kemudian diceritakan kepada orang lain hingga sampai pada penulis hadis.
c. Sunnah taqririyah
yaitu persetujuan Rasulullah terhadap perkataan atau perbuatan sahabat dengan cara mendiamkan atau memujinya.

Kehujjahan Sunnah
Sunnah adalah sumber hukum islam yang kedua. Oleh karena itu, kewajiban mengikuti, kembali, dan berpegang teguh pada sunnah merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Dengan dasar perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang termuat dalam QS. An-Nisa: 59 dan 80 , QS. Al-Maidah: 92, QS. Ali Imran: 31.

Berdasarkan dalil-dalil diatas, maka orang-orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah, dengan dalil cukup mengamalkan Al-Qur’an, maka sungguh mereka benar-benar terjerumus dalam kebatilan dan kesalahan. Karena Al-Qur’an secara tegas menyebutkan bahwa orang yang tidak mau mendasarkan hukum-hukumnya dan mengembalikan segala persoalan kepada Rasulullah termasuk orang-orang yang tidak beriman disebutkan dalan QS An-Nisa: 65.

Sunnah yang Bukan Sumber Hukum
Sunnah Rasulullah yang menjadi sumber hukum adalah sunnah Rasulullah yang berkaitan dengan hokum, dan dimaksudkan untuk diikuti oleh umatnya.

Adapun sunnah-sunnah yang tidak dimaksudkan sebagai sumber hukum, misalnya:

a. Ucapan dan perbuatan Muhammad dalam sebagai seorang manusia, seperti duduk, makan, tidur, berdiri, dan minum bukan sebagai sumber hukum. Akan tetapi jika ada dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan beliau untuk diikuti maka perbuatan itu adalah sunnah.

b. Ucapan dan perbuatan Muhammad atas dasar pengalaman keduniaan, seperti bercocok tanam, strategi perang, pengobatan, dll.

c. Ucapan dan perbuatan Rasulullah yang diikuti dalil bahwa ucapan dan perbuatan itu berlaku khusus bagi Rasulullah, seperti beristri lebih dari 4 orang dalam waktu bersamaan, padahal poligami bagi umatnya maksimal empat istri.

Kedudukan dan Fungsi Sunnah Terhadap al-Qur’an
Kedudukan sunnah sebagai sumber hokum islam yang kedua, sedangkan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 

a. Sebagai pengukuh (ta’kid) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
Sunnah sebagai pengukuh ayat-ayat Al-Qur’an apabila makna yang terkandung didalamnya cocok dengan makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai contoh, Nabi SAW bersabda “Sesungguhnya Allah SWT memanjangkan kesempatan kepada orang-orang zalim, apabila Allah menghukumnya maka Allah tidak akan melepaskannya.”

Hadits tersebut cocok dengan firman Allah dalam Q.S Huud: 102 yang artinya “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri yang berbuat zalim.”

b. Sebagai penjelasan terhadap maksud ayat-ayat Al-Qur’an
Hadist dalam fungsi ini terbagi menjadi beberapa bagian:
Menjelaskan Ayat-ayat Mujmal, Memberikan perincian (tafshil) terhadap ayat-ayat yang global (mujmal). Misalnya ayat-ayat yang menunjukkan perintah shalat, zakat, haji di dalam al-Qur'an disebutkan secara global. Dan sunnah menjelaskan secara rinci mulai dari syarat, rukun, waktu pelaksanaan dan lain-lain yang secara rinci dan jelas mengenai tatacara pelaksanaan ibadah shalat, zakat dan haji.

Mengkhususkan (takhsis) dari makna umum ('am) yang disebutkan dalam al-Qur'an. Seperti firman Allah an-Nisa' : 11. Ayat tentang waris tersebut bersifat umum untuk semua bapak dan anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi orang (ahli waris) yang membunuh dan berbeda agama sesuai dengan hadits Nabi SAW. "Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak boleh mewarisi harta orang muslim" (HR. Jama'ah). Dan hadits "Pembunuh tidak mewarisi harta orang yang dibunuh sedikit pun" (HR. Nasa'i).

Membatasi (men-taqyid-kan) makna yang mutlak dalam ayat-ayat al-Qur'an. Seperti al-Maidah 38

والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكلا من الله والله عزيز حكيم

Artinya : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Maidah : 38).

Ayat di atas dibatasi dengan sabda Nabi SAW : "Potong tangan itu untuk seperempat dinar atau lebih". Dengan demikian hukuman potong tangan bagi yang mencuri seperempat dinar atau lebih saja.

Menetapkan dan memperkuat hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur'an. Misalnya al-Hajj : 30.

... واجتنبوا قول الزور

Artinya : "… Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta". QS. Al-Hajj : 30).

Kemudian Rosulullah SAW menguatkannya dalam sabdanya : "Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami : "Baiklah hai Rasulullah". Beliau meneruskan sabdanya : "1. Musyrik kepada Allah SWT. 2. Menyakiti orang tua". Saat itu Rosulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi : "Awas berkata (bersaksi) palsu". (HR. Bukhori Muslim)

Menetapkan hukum dan aturan yang tidak didapati dalam al-Qur'an. Misalnya di dalam al-Qur'an tidak terdapat larangan untuk memadu seorang perempuan dengan bibinya, larangan terdapat dalam hadits yang berbunyi : "Tidak boleh seseorang memadu seorang perempuan dengan 'ammah (saudari bapak)nya dan seorang perempuan dengan khalah (saudara ibu)nya". (HR. Bukhori dan Muslim).

Menetapkan dan Menentukan Suatu Hukum yang Tidak Terdapat dalam Al Quran

a. Kedudukan sunnah menurut urutan dalil syara’ berada pada posisi kedua setelah Al-Qur’an. Kesimpulan ini didasarkan pada argumentasi baik berupa sunnah dan atsar sahabat, maupun logika. (amir syarifuddin. 1990 : 30) pentingnya peranan sunnah sebagai penjelasan umum dan pasal demi pasal dari suatu undang-undang.

b. Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai penjelas itu kadang-kadang sunnah itu menetapkan sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Qur’an. Kedudukannya sebagai dalil atau sumber bayani, yaitu sekedar menjelaskan hukum Al-Qur’an tidak ragu lagi, karena memang untuk itu Nabi ditugasi Allah. Dalam kedudukannya sebagai sumber yang berdiri sendiri sebagai sumber kedua dengan arti menetapkan sendiri hukum diluar yang tersebut dalam Al-Qur’an, dipertanyakan oleh ulama Ushul Fiqh. keraguan yang ada ini kemudian perlu ditambah oleh sunnah. (amir syarifuddin. 1990 : 44).

Macam-Macam Hadist dari Segi Jumlah Periwayat

a. Hadist Mutawattir
Secara etimologi, kata mutawatir berarti : Mutatabi’ (beriringan tanpa jarak). Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. Periwayatan seperti itu terus menerus berlangsung, semenjak thabaqat yang pertama sampai thabaqat yang terakhir.

Hadist Mutawattir ada yang berupa perbuatan Rasulullah SAW seperti tatacara sholat, adapula yang berupa perkataan Rosulullah SAW tentang larangan berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW. Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari seratus sahabat dan dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim.

b. Hadist Masyhur
Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”. Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain: “Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.” Contoh dari hadist masyhur adalah hadist tentang segala perbuatan itu tergantung niatnya.

c. Sunnah Ahad
Sunnah yang diriwayatkan oleh perorangan atau beberapa periwayat yang tidk mencapai tingkat mutawattir.

Macam-macam Hadis Dari Segi Diterima Tidaknya Sebagai Dalil

a. Hadis Maqbul
Adalah hadist yang boleh dijadikan dalil hokum, meliputi hadis mutawattir, masyhur, dan ahad yang shahih dan hasan.

b. Hadist Mardud
Adalah hadist yang tidak boleh dijadikan dalil hokum, yaitu hadist ahad yang dha’if.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar