Arus globalisasi dan kemajuan
teknologi tidak selamanya berdampak positif, ternyata ada juga dampak
negatifnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di mancanegara sana, saat
ini bisa kita saksikan di dalam rumah kita sendiri melalui layar televisi, internet dan fasilitas teknologi informasi lainnya yang secara langsung atau tidak dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak di usia re
maja yang memiliki kecenderungan untuk mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah terbujuk dan selalu ingin menampakkan egonya.
Bila
dasar-dasar agama yang dimiliki anak-anak kita sangat lemah, maka
dikhawatirkan anak-anak kita itu meniru secara total segala
perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang di manca negara sana tanpa
memperhatikan baik buruknya serta manfaat dan madharatnya. Bahkan pada
sebagian anak remaja/pelajar
hal-hal yang menurut agama tidak boleh dilakukan (haram/berdosa) tetapi
dikalangan anak-anak remaja/pelajar hal itu sudah dianggap lumrah, misalnya pergaulan
bebas antara laki-laki dan perempuan, cara berpakaian yang
mempertontonkan aurat, tawuran antar pelajar bahkan rasa hormat terhadap
orang tua dan guru sudah hampir pudar.
Jika semua itu telah dilakukan oleh
para pelajar maka yang akan disalahkan adalah guru Agama. Kritik dari masyarakatpun mulai bermunculan : “Pendidikan Agama Islam Gagal” atau “Pendidikan Agama Islam tidak berhasil”.
Seiring dengan kritikan yang muncul dari masyarakat para guru
Pendidikan Agama Islam pun membela diri dengan alasan klise yang tidak
menunjukkan kreatifitasnya : “wajar kami gagal karena waktu yang tersedia hanya dua jam pelajaran saja setiap minggunya”. Sementara guru yang bukan guru Pendidikan Agama Islam terkadang mereka bersikap masa bodoh dan merasa bahwa masalah
itu hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja.
Untuk menyikapi hal tersebut, timbullah upaya peningkatan mutu pendidikan terutama pada Pendidikan Agama Islam. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan
harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus
adaptif terhadap perubahan.
Dalam konteks
pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu:
- Pembaharuan kurikulum,
- Peningkatan kualitas pembelajaran dan
- Efektifitas metode pembelajaran khususnya pembaharuan di bidang Agama Islam.
Pendidikan Agama
Islam adalah upaya sadar, terencana dalam menyiapkan anak didik untuk mengenal,
memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran Agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Qur’an dan Al Hadits
melalui bimbingan, pengajara. Latihan serta penggunaan pengalaman (Muhaimin,
2002: 75). Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama.
Fungsi pendidikan
Agama Islam di sekolah adalah untuk pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah serta akhlak mulia, penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, penyesuaian mental peserta didik
terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan Islam.
Berdasarkan
fungsinya itu, maka tujuan pendidikan agama Islam di sekolah adalah untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaan kepada Allah serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Pendidikan Agama
Islam (PAI) di sekolah yang sedang berlangsung belum semuanya memenuhi harapan
kita sebagai umat Islam mengingat kondisi dan kendala yang dihadapi, maka
diperlukan pedoman dan pegangan dalam membina pendidikan agama Islam. Ini semua
mengacu pada usaha strategis pada rencana strategis kebijakan umum Direktorat
Jendral Pendidikan Agama Islam Departemen Agama yaitu peningkatan mutu khusus
mengenai pendidikan agama Islam di sekolah, peningkatan mutu itu sendiri
terkait dengan bagaimana kualitas hasil pembelajaran pendidikan agama Islam
pada peserta didik yang mengikuti pendidikan di sekolah.
Mutu itu sendiri sebetulnya sesuatu yang memenuhi harapan-harapan
kita. Artinya kalau pendidikan itu bermutu hasilnya memenuhi harapan-harapan
dan keinginan-keinginan kita. Kita bukan hanya sebagai pengelola, tetapi juga
sebagai pelaksana bersama semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat, orang
tua.
Selama ada keinginan yang kuat untuk
selalu menghasilkan kualitas hasil pendidikan pada hari ini senantiasa
lebih baik dari hari kemarin, maka
tidak ada satupun strategi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam yang
dirasakan sulit untuk diwujudkan, yang terpenting adalah adanya usaha
untuk mewujudkan strategi tersebut adapun mengenai hasil dari
pelaksanaan strategi tersebut semuanya kita serahkan
kepada Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar